Jumat, 02 Desember 2011

siapa itu marco simoncelli??

Marco Simoncelli (lahir di Cattolica, Rimini, Italia, 20 Januari 1987 – meninggal di Sepang, Malaysia, 23 Oktober 2011 pada umur 24 tahun) adalah salah satu pembalap MotoGP yang berasal dari Italia, dan cukup terkenal dengan karakter balapnya yang cukup garang. Gaya garangnya ini terlihat ketika seri terakhir MotoGP musim 2010, saat ia nyaris membuat Jorge Lorenzo terjatuh dan gagal meraih kemenangan di seri terakhir musim itu.
Simoncelli mengawali karirnya di dunia balap motor profesional, ketika ia menginjak usia 9 tahun di ajang Italian Minimoto Championship. Tahun 2001 ia pun hengkang ke ajang European 125cc dan mengamankan titel juara di tahun 2002.
Pada tahun 2002 ia kemudian memulai karirnya di ajang MotoGP. Selama tiga tahun ia kemudian berlaga di kelas 125cc, namun ia hanya mampu meraih hasil terbaik di posisi kelima pada tahun 2005. Naik ke kelas 250cc ia menjadi satu-satunya pembalap tim Gilera yang mampu menunjukkan hasil terbaik di ajang ini. Yaitu menjadi juara dunia di tahun 2008.
Hasil ini membuat tim Gresini Honda tertarik untuk merekrutnya di ajang MotoGP pada tahun 2010 lalu. Ia pun mampu memperlihatkan hasil yang bagus sebagai pembalap rookie. Hasil terbaik yang bisa ditorehkan oleh pembalap asal Italia itu, adalah posisi keempat di MotoGP Portugal 2010.


 KEMATIAN
Simoncelli meninggal dunia di Sirkuit Internasional Sepang pada tanggal 23 Oktober 2011 karena kecelakaan yang dialaminya saat GP Malaysia 2011. Simoncelli terlibat kecelakaan bersama Colin Edwards dan Valentino Rossi saat berada di posisi keempat pada putaran kedua. Simoncelli terjatuh ketika sedang berbelok di tikungan ke-11 Sirkuit Sepang dan tertabrak oleh motor Edwards. Edwards juga terjatuh namun hanya mengalami patah tulang bahu, sementara Simoncelli berbaring diam di lintasan sesaat setelah kecelakaan dengan helmnya terlepas dalam insiden itu. Sementara itu, Rossi hanya sedikit kehilangan keseimbangan dan dapat melaju pelan ke pit-stop. Setelah insiden tersebut, perlombaan dihentikan dan Simoncelli langsung dibawa ke pusat medis Sirkuit Sepang. Pada pukul 16.56 waktu setempat, Simoncelli dinyatakan meninggal dunia karena luka serius yang dideritanya.[1][2][3] Kemudian, dalam jumpa pers direksi balapan MotoGP, kepala medis, Michele Macchiagodena, menyatakan bahwa Simoncelli mengalami “trauma serius di kepala, leher, dan dada,” dan sempat diberi perawatan CPR selama 45 menit sebelum akhirnya meninggal. kematian simoncelli tentu saja menjadi luka yang dalam bagi semua penggemar motogp, kematian di tempat dimana ia pertama kali menjadi juara dunia moto2. tapi setidaknya waktu yang telah dilalui simoncelli dalam balapannya di duania motogp akan selalu dikenang oleh semua orang yang mencintai olahraga kuda besi ini, seorang pembalap yang selalu tersenyum dan begitu luar biasa.
Add caption

Budaya Korea – Perayaan Chuseok

Chuseok atau ditulis sebagai Chusok (Hari bulan purnama) adalah hari libur resmi di Korea yang dirayakan secara besar-besaran pada bulan ke-8, hari ke-15 kalender lunar. Perayaan ini berupa pesta makan untuk mengucapkan terima kasih atas keberhasilan panen, sehingga juga disebut juga sebagai Hari Panen, Festival Bulan Musim Panen, atau Hangawi (“han” = “raya”, “gawi” = “tengah”, “hari besar di tengah-tengah musim gugur”.

Sejarah
Hangawi sudah dikenal sejak periode awal Kerajaan Silla (57 SM – 935) dalam bentuk perlombaan menenun antara dua tim. Pada hari Hangawi, tim dengan hasil tenunan yang paling panjang dinyatakan sebagai pemenang, sedangkan tim yang kalah harus mentraktir tim yang menang dengan berbagai macam makanan yang enak-enak.

Tradisi
Di zaman sekarang, perayaan Chuseok merupakan kesempatan orang Korea untuk pulang ke kampung halaman untuk mengunjungi altar leluhur. Di pagi hari, orang Korea melakukan penghormatan terhadap arwah leluhur dalam bentuk ziarah ke makam untuk merapikan tanaman dan tanah sekitar makam. Arwah leluhur juga disuguhi makanan, buah-buahan dan minuman. Hasil panen tahun itu juga ikut dipersembahkan kepada arwah leluhur.
Perayaan Chuseok juga merupakan kesempatan untuk berterima kasih kepada arwah leluhur. Makanan istimewa liburan Chuseok adalah kue Songpyeon (송편) dari tepung beras diisi kacang atau wijen. Malam sebelum Chuseok, semua anggota keluarga akan duduk bersama membuat songpyeon sambil melihat bulan
Khususnya, bujangan dan perawan mencoba membuat songpyeon yang sebagus mungkin karena percaya dengan begitu mereka akan mendapatkan pasangan yang cantik atau tampan. Pada hari Chuseok, orang-orang akan saling berbagi makanan dan minuman keras, dan bermain permainan tradisional. Di samping songpyeon, berbagai hasil kebun dan pertanian yang baru dipanen memenuhi meja makan, antara lain wijen, kedelai, kacang merah, chestnut, dan kurma cina. Permainan dan kesenian tradisional diadakan beramai-ramai dan meriah, seperti sonori (permainan sapi), geobuknori (permainan kura-kura), ganggangsullae (tarian melingkar) dan ssireum (bergulat).

Beberapa tradisi yang diadakan saat Perayaan Chuseok:

Buicho dan Sungmyo
Buicho adalah tradisi memotong rumput di sekitar makam leluhur selama Chuseok. Mengunjungi makam leluhur dianggap sebagai kewajiban mereka yang hidup terhadap leluhur mereka.

Chare (Ritual Mengenang)
Pada pagi hari saat perayaan Chuseok, para anggota keluarga berkumpul di sekeliling rumah dari keluarga tertua di mana kuil keluarga ditempatkan untuk mengadakan penghormatan kepada leluhur keluarga mereka. Ritual Mengenang ini diberikan pada kakek buyut mereka. Satu-satunya perbedaan yang membedakan ritual ini dengan ritual yang diadakan saat Tahun baru adalah bahwa pada saat perayaan Chuseok,  orang-orang makan nasi bukannya sup kue beras.

Ganggangsulle
Ganggangsulle adalah tarian tradisional yang melingkar, di mana para wanita berkumpul di tempat yang telah ditentukan dan membentuk lingkaran kemudian berjalan sambil menyerukan “Gang-gang-su-le”. Jika seorang wanita dengan suara yang keras berdiri di tengah menyerukan gang-gang-sul-le, maka rekan-rekannya yang lain, yang dalam lingkaran mengikutinya.

Pertarungan Gama

Permainan ini dimainkan oleh dua tim, masing-masing dengan tandu di atas kereta beroda empat. Kedua tim itu berusaha entah merebut atau menghancurkan tandu lawannya. Sudah sejak masa lampau, pemenang dari permainan ini dipercaya akan dengan mudah lulus dari Gwaego (Ujian Layanan Publik, semacam Ujian PNS)  dan merayakan kemenangan mereka dengan berkeliling kota sambil bernyanyi.

Minggu, 27 November 2011

MY TOWN

Bukittinggi (Indonesian for "high hill") is one of the larger cities in West Sumatra, Indonesia, with a population of over 91,000 people and an area of 25.24 km². It is situated in the Minangkabau highlands, 90 km by road from the West Sumatran capital city of Padang. It is located at 0°18′20″S 100°22′9″E / 0.30556°S 100.36917°E / -0.30556; 100.36917, near the volcanoes Mount Singgalang (inactive) and Mount Marapi (still active). At 930 m above sea level, the city has a cool climate with temperatures between 16.1°-24.9°C.
The city has its origins in five villages which served as the basis for a marketplace.[1]
The city was known as Fort de Kock during colonial times in reference to the Dutch outpost established here in 1825 during the Padri War. The fort was founded by Captain Bauer at the top of Jirek hill and later named after the then Lieutenant Governor-General of the Dutch East Indies, Hendrik Merkus de Kock.[2] The first road connecting the region with the west coast was built between 1833 and 1841 via the Anai Gorge, easing troop movements, cutting the costs of transportation and providing an economic stimulus for the agricultural economy.[3] In 1856 a teacher-training college (Kweekschool) was founded in the city, the first in Sumatra, as part of a policy to provide educational opportunities to the indigenous population.[4] A rail line connecting the city with Payakumbuh and Padang was constructed between 1891 and 1894.[5]
During the Japanese occupation of Indonesia in World War II, the city was the headquarters for the Japanese 25th Army, the force which occupied Sumatra. The headquarters was moved to the city in April 1943 from Singapore, and remained until the Japanese surrender in August 1945.[6]
Mosque in central Bukittinggi
During the Indonesian National Revolution, the city was the headquarters for the Emergency Government of the Republic of Indonesia (PDRI) from December 19, 1948 to July 13, 1949. During the second 'Police Action' Dutch forces invaded and occupied the city on December 22, 1948, having earlier bombed it in preparation. The city was surrendered to Republican officials in December 1949 after the Dutch government recognized Indonesian sovereignty.[7]
The city was officially renamed Bukittinggi in 1949, replacing its colonial name. From 1950 until 1957, Bukittinggi was the capital city of a province called Central Sumatra, which encompassed West Sumatra, Riau and Jambi. In February 1958, during a revolt in Sumatra against the Indonesian government, rebels proclaimed the Revolutionary Government of the Republic of Indonesia (PRRI) in Bukittinggi. The Indonesian government had recaptured the town by May the same year.
A group of Muslim men had planned to bomb a cafe in the city frequented by foreign tourists in October 2007, but the plot was aborted due to the risk of killing Muslim individuals in the vicinity.[8] Since 2008 the city administration has banned Valentine's Day and New Year's celebrations as they consider them not in line with Minangkabau traditions or Islam, and can lead to "immoral acts" such as young couples hugging, kissing and not to mention fornicating.[9]

[edit] Administration

Bukittinggi is divided in 3 subdistricts (kecamatan), which are further divided into 5 villages (nagari) and 24 kelurahan. The subdistricts are:
Guguk Panjang, Mandiangin Koto Selayan, and Aur Birugo Tigo Baleh.
 

Transportation

Bukittinggi is connected to Padang by road, though a dysfunctional railway line also exists. For inner-city transport, Bukittinggi employs a public transportation system known as Mersi (Merapi Singgalang) and IKABE that connect locations within the city. The city also still preserves the traditional horse-cart widely known in the area as Bendi, although the use is limited and more popular to be used as vehicle for tourist, both domestic and foreign.

Tourism

It is a city popular with tourists due to the climate and central location. Attractions within the city include:
Sianok Canyon
  • Ngarai Sianok (Sianok Canyon)
  • Lobang Jepang (Japanese Caves) - a network of underground bunkers & tunnels built by the Japanese during World War II
  • Jam Gadang - a large clock tower built by the Dutch in 1926.
  • Pasar Atas and Pasar Bawah - traditional markets in downtown.
  • Taman Bundo Kanduang park. The park includes a replica Rumah Gadang (literally: big house, with the distinctive Minangkabau roof architecture) used as a museum of Minangkabau culture, and a zoo. The Dutch hilltop outpost Fort de Kock is connected to the zoo by the Limpapeh Bridge pedestrian overpass.
  • Museum Rumah Kelahiran Bung Hatta (Museum of Bung Hatta Birthplace) - the house where Indonesian founding father Mohammad Hatta was born, now a museum.[10]
Notable nearby destinations include Lake Maninjau and the Harau Valley.

so, this is my city..:)